Kamis, 29 Desember 2011

AGAMA (FREUDIAN)


Nama              : Fahmi Abdurrahman
Nim                 : 1209204006
Jurusan/Kls    : Tasawuf Psikotrapi/A
Pendahuluan
Sejarah agama setua dengan sejarah manusia itu sendiri. Tidak ada suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Seluruh agama merupakan perpaduan antara kepercayaan dan sejumalah upacara, walaupun hubungan antara keduanya demikian sulit  untuk diterangkan. Penafsiran atas kekuatan-kekuatan ghaib terhadap berbagai pertanyaan mendasar yang ditimbulkan oleh akal pikiran manusia, seperti apa makna dan tujuan hidup, dari mana kita berasal dan kemana kita kembali, mengapa kita harus mati dan kepada siapa kita harus bergantung di kala memperoleh
Beberapa jawaban ada yang bersifat umum dan menunjuk kepada adanya kebenaran mutlak, seperti Tuhan menciptakan alam atau kita harus mati untuk membebaskan jiwa dari beban badan kasar, sedang tingkah laku di bumi ini.
Fransisco Jose Moreno dalam Between Religion and Faith[1] menyebutkan kepercayaan atau keimanan merupakan proses kejiwaan (naluri rasa takut dan keadaan jiwa manusiawi); dengan kepercayaan itu kita menyampingkan kemampuan otak dengan menerima jawaban-jawaban yang bersifat non-rasional, tehadap pertanyaan dasar mengenai kehidupan. Manakala kita menggunakan kepercayaan untuk menerima jawaban-jawaban yang didasarkan atas teologi atau atas dasar kekuatan ghaib di luar alam semesta, maka kita ada di depan pintu kehadiran suatu agama.
Jawaban non-rasional dibutuhkaan dan harus ada untuk menjawab pertanyaan yang bersifat rasional diterima melalui penglihatan intuitif-batini, yang kebenarannya karena keharusan pembenaran rasional ini.[2]
Sigmund Freud, seorang pakar psikoanalisa mengkritisi kepercayaan agama ini dari sudut pandang ilmu jiwa. Freud memulai pembahasannya setelah membagi struktur jiwa dan dia berkesimpulan bahwa doktrin keagamaan adalah illusi dan tidak dapat dibuktikan.Dan bagaimana jalan pikiran Sigmund Freud hingga sampai pada kesimpulan yang mengejutkan itu,inilah sentral kajian tulisan ini.
Agama
Kepercayaan terhadap agama itu hanya didasarkan kapada kesenangan dan kelezatan semata , dan pada dasarnya merupakan tuntutan pikiran kekanak-kanakan. Sebagai pengalihan dari bapak terhadap Alloh adalah merupakan ketakutan dan butuh akan kasih sayang. sebagai anak yang dalam pikiranya sangat terbatas, sehingga merasakan sekali rasa takut dan akhirnya butuh perlindungan . sedangkan doa-doa dalam agama itu hanya sebagai cara untuk menghilangkan rasa cemas yang selalu menghantui pada dirinya.Dengan jalan berdoa itulah seakan-akan rasa dosa itu akan berkurang dan akhirnya dapat menemui suatu kesenangan dan kelezatan.
Jadi pada dasarnya unsur-unsur tersebut adalah bahwa agama itu ialah gangguan jiwa (neurosi) dan kemudian kembali kepada hidup yang berdasarkan kelezatan semata. Kepercayaan di dalam agama itu senantiasa didasarkan atas keinginan.Ia mengatakan bahwa doktrin keagamaan adalah illusi dan tidak dapat dibuktikan .Tiap kali Freud menghadapi agama selala melihat di dalamnya suatu sikap yang mirip dengan neurosis. Oleh sebab itu Prof.A.Ple, seorang ahli termasyhur  tentang paham freudis kiranya selalu berpendapat bahwa orang religius hanya dapat tetap neurosis dan infantile.[3]
Banyak orang mengatakan bahwa penyelidikan Freud itu akan melemahkan kepercayaan agama pada masa sekarang , akan tetapi sesungguhnya Freud sendiri tidak pernah menyelidiki agama yang sudah diuraikan oleh ahli-ahli agama pada zaman kemajuan ini,sehingga pendapat Freud itu ditanggapi secara kontroversional.
Psikoanalisa Freud tentang Agama
Setelah mengembangkan studinya mengenai psikoanalisa, Freud merasa tertantang untuk meneliti studi lajutannya mengenai agama. Dari awal memang dikisahkan bahwa Freud merupakan penolak agama yang paling jelas, penulis biografinya mengatakan bahwa dia hidup sebagai seorang atheis. Freud tidak satupun mendapat alasan untuk percaya terhadap agama, sehingga dia menganggap agama tidak mempunyai arti dalam kehidupan ini. Sebagai mana Taylor dan Frezer menganggap agama sebagai suatu kekeliruan, Freud juga mengatakan hal yang demikian. Namun berbeda Freud menemukan gagasanya dari sudut pandang psikoanalisa yang ia lakukan.
Dalam Obsessive Action and religion Practices, Freud berkesimpulan bahwa pemeluk agama berkelakuan mirip dengan tingkah laku pasien neurosis. Misalnya kelakuan yang dilakukan oleh pasien neurosisnya hanya mementingkan hal-hal yang bersifat seremonial, dan sama-sama akan merasa bersalah jika seremonial yang ia jalankan tidak dengan sempurna. Kedua hal tersebut terjadi atas dorongan yang paling dasar, dalam psikologi ditandakan dari ketertekanan dorongan seksual dan dalam agama ditunjukan dari ketertekanan “ke-aku-an”, kontrol ego. Jadi kalau seksual direpresentasikan melalui dorongan mental pribadi, agama dikatakan sebagai gangguan mental universal. Dalam pandangannya alam lebih mirip dengan gangguan jiwa, dan paling tepat untuk menjelaskannya adalah dengan psikoanaisa.
Menurut Freud,agama adalah repetisi (pengulangan)pengalaman masa kanak-kanak.Manusia itu mengatasi tekanan ancaman dalam persoalan yang sama. Sebagai kanak- kanak ia selalu diselimuti oleh rasa ketidak-amanannya dalam mempercayai mengagumi dan menakuti bapaknya. Freud memperpenbandingkan agama dengan obsesional jiwayang kita dapatkan pada masa kanak-kanak. Menurutnya ,agama adalah kumpulan neurosis yang disebabkan oleh keadan serupa dari produk jiwa kanak-kanak.
Analisa Freud mengenai dasar-dasar psikologi agama,berusaha menunjukkan mengapa seseorang mempformulasikan ide tentang tuhan. Bahkan pernyataann dikerjakan lebih dari sekedar untuk menempatkan dasar-dasar psikologi ini. Pernyataannya bahwa ketidak realitaan konsep teistik didemontrasikan dengan membebaskan dirinya menuju dasar illusi mengenai harapan-harapan manusia. Di samping itu Freud berusaha untuk membuktikan bahwa agama adalah suatu illusi.[4]
Bagi Freud , agama adalah bersumber dari ketidakmampuan manusia melawan kekuatan alam luar dan tekanan instinktif dari dalam dirinya sendiri. Agama muncul lebih ahulu pada tingkat perkembangan manusia ketika manusia belum dapat mempergunakan pikirannya untuk melawan tekanan-tekanan dari luar dan dari dalam ini, dan harus menindasnya atau mengaturnya melalui tekanan-tekanan afektif lainnya. Bahkan sebagai ganti dari tekanan-tekanan ini dangan mempergunakan penalaran untuk mengatasinya melalui counter effect oleh tekanan-tekanan emosional yang lain, fungsi-fungsi yang dipakai untuk mengatasi dan mengontrol apa yang dia tidak mampu untuk mengatasinya secara rasional.
Seksualitas kanak-kanak dan Oedipus Kompleks
Trapan yang paling menarik dari konflik kepribadaian manusia adalah tentang perkembangan seksualitas anak dan Oedipus kompleks, menurutnya di usia enam tahun anak mulai merasakan realitas kehidupan, yang Frued maksud adalah superego. Tapi yang mencengangkan adalah disaat enam tahun pula masa kanak-kanak sangat dipengaruhi oleh hasrat seksual yang berasal dari Id,sehingga tidak ada bedanya dengan orang dewasa. Freud membuktikannya dengan pandangan bahwa dorongan seksual dan jasmani telah mengendalikan sebagian besar tingkah laku anak-anak. Di usal enam tahun anak-anak telah kenal dengan alat vital mereka, dan sumber kenikmatan lainnya. Setelah anak melewati fase ini anak akan tumbuh dan memperoleh tahapan yang baru, sekalipun tahapan-tahapan sebelumnya masih tetap ada.
Fase perkembangan seksual anak akan teras penting jika dikaitkan dengan agama, yaitu mencari tempat keyakinan beragama pada tahap-tahap emosional yang normal tadi. Dan hubungan seksual kanak-kanak dengan agama yang disebut oleh Freud dengan Oedipus kompleks, istilah ini muncul dari kisah laki-laki karya Sophocles, kisah mengenai seorang raja yang tanpa sadar membunuh ayahnya karena memilIki keinginan yang sangat kuat untuk menikahi ibunya. Namun niat ini tidak dilakukan karena si anak benci karena harus bersaing dengan ayahnya dan takut akan kekejaman ibunya yang ingin mengebiri alat vitalnya. Saat itu anak tak bisa membayagkan bagaimana dia tidak memilki organ vital, kejadian itu semua digambarkan oleh Frued sebagai trauma yang dialami semasa kanak-kanak. Sehingga dia memutuskan untuk menyerah dengan bapaknya dan berhenti mencari cinta sang ibu lalu mencari fantasi lain untuk memuaskan seksualitasnya. Freud mengatakan Oedipis Kompleks merupakan pengalaman inti masa kanak-kanak, era yang sangat penting dalam masa pertumbuhan dan sumber segala ketidakcakapan di masa-masa berikutnya.
Totem and Taboo
Dalam penelitian terhadap agama, perhatian Freud banyak tertumpu kepada aspek-aaspek sosial dari pada agama. Misalnya dalam menganalisis agama-agama orang primitif yang diambilnya dalam sesembahan Totem dan Taboo. Maka dibuatlah perbandingan-perbandingan antara tingkah laku orang-orang primitive,maka diketemukannyalah hubungan antara kelompok oidip dengan upacara agama. Freud tidak membatasi diri pada suatu teori psikologi tentang manusia perorangan. Ia berpendapat bahwa pada suatu penemuan-penemuan psikoanalisa membuka kemungkinan untuk merancang suatu pandangan baru tentang kultus pada umumnya dan tentang gejala-gejala cultural; seperti agama,moral dan kesenian pada khususnya.  Dengan demikian psikoanalisa Freud menjadi suatu teori tentang kultur dan disini Nampak dengan jelas Freud memihak atheisme.
Totem sebagai simbol sosial , mula-mula terdapat dalam kehidupan primitif dan ternyata padanya. Totem itu suatu fenomena sosial yang ter simpul padanya permulaan sistem masyarakat dengan agama sederhana yang dikendalikan dengan beberapa larangan keras (toboo). Barang suci pada sistem  tersebut selalu hewan yang disangka oleh suku itu bahwa mereka dari hewan tersebut.[5]
Totem adalah sesuatu yang sakral, yang berbentuk binatang dan tumbuh-tumbuhan. Taboo adalah hal yang terlarang. Bagi Freud Taboo ternyata tidak mengasih jalan keluar serta tujuan yang jelas, karena pada dasarnya yang dilarang seperti sex, berburu binatang. Totem adalah hal yang diiginkan oleh manusia, dan manusia merasa menderita untuk mematuhi larangan tersebut. Yang menjadi pertanyaan besar menurut Freud adalah mengapa masih ada orang yang mematuhinya?
Melalui Teori alam bawah sadarnya Freud mengungkapkan jawabannya, bahwa pengalamannya dengan neurosis menunjukan bahwa pengalaman pribadi manusia yang normal dan terganggu sama-sama ditandai oleh ambivalensi-pertentangan kuat antara hasrat, satu saat ingin melakukannya, tapi disaat yang lain ingin meninggalkannya. Misalnya saat ayahnya masih hidup dan mengingnkan untuk segera ayahnya wafat, namun setelah meningggal ia merasa bersalah karena berniat jelek terhadap ayahnya. Kemudian dalam perkembangannya kisah ini berlanjut dengan pembunuhan pertama, bahwa seorang ayah dibunuh oleh anaknya dan karena anak merasa bersalah, maka ungkapan penyesalannya dengan menyembah sang ayah, dan mengajurkan untuk tidak mebunuh apapun. Kedua ialah bahwa anak dilarang untuk mengawini istri dari ayah atau ibunya untuk menahan hasrat seksual sebagai bentuk bakti kepadanya. Ini diungkapkan Freud dengan “agama totem muncul dari rasa bersalah anak, dan untuk mnghilangkan perasaan itu dia mengabulkan keinginkan sang ayah, mereka kemudian menyembah sang ayah. Seluruh agama kelihatanya ingin memecahkan persoalan yang sama.”
Bagi Freud peristiwa pembunuhan pra sejarah merupakan hal yang paling penting dalam perjalanan sejarah kehidupan manusia. Gabungan antara totem dan tabu akhirnya menjadi pondasi dasar bagi seluruh peradaban.
The Future of an Illusion
Dalam bukunya Totem and Taboo menceritakan kepada kita bagaimana manusia berusaha menundukan hasrat-hasrat mereka kepada hukum-hukum yang berlaku. Namun walaupun dengan pengekangan hasrat dapat menggapai ketenangan, nyatanya peradaban juga tidak bisa melindungi kita dengan sempurna. Yang diinginkan manusia adalah semua berakhir dengan baik, sebagaimana yang dialami selama masa kanak-kanak, dan menurut Freud masa kanak kanak bisa dialami lagi karena adanya bisikan agama. Dengan mengikuti masa anak-kanak, agama memproyeksi dunia eksteral tentang Tuhan, dan Tuhan dengan kekuatannya bisa menghilangkan kekuatan alam. Dengan syarat mematuhi perintahnya dan menjauhi larangannya, maka manusia bisa yakin bahwa nanti rohnya akan kembali kepada Tuhan.
Dalam hari depan sebuah ilussi (the future of an illusion), Freud menekankan dan mengeneralisasikan teori itu. Sang anak mencari perlindungan kepada bapaknya,orang dewasa karena perpanjangan masa infantile menciptakan seorang bapak yang lebih kuat lagi dari manusia dan untuk mengisi kekurangannya. Perasaan-perasaan penuh iri hati anak-anak terhadap ayah diberikan pada usia dewasa  dengan peralihan kepada Totem. Apabila manusia mencapai kedewasaan psikologis ,maka dengan sendirinya agama akan lenyap.[6]
Dalam proses perkembangan manusia ini, Freud menyebutnya dengan suatu illusi; seluruh materi yang diambil dari pengalaman individualnya sebagai anak-anak. Wujud yang di konfrontasikan dengan bahaya sesuatu yang tidak dapat dikendalikan dan tekanan-tekanan yang tidak dapat dikendalikan dan tekanan-tekanan yang tidak dapat dimengerti dari dalam dan luar dirinya.[7]
Menuruut Freud, jika manusia memberikan illussinya tentang suatu tuhan kebapakan; jika nampak kesendirian danketidakberartian dalam alam itu, ia akan menyenangi seorang anak yang telah meninggalkan rumah bapaknya. Jika dia mengerti bahwa dia tidak mempercayai selain kemampuan dirinya pada bentuk realitas. Hanya manusia merdeka yang mampu mengantisipasi dirinya dari otoritas ; otoritas yang mengancam dan melindungi,dapat mempergunakan kemampuan pikirannya dan mengerti dunia beserta hukumnya  secara obyektif tanpa illusi. Hanya jika dewasa dan berakhir menjadi anak-anak  dari  rasa ketergantungan dan takut akan otoritas, mampu untuk memahami dan memberanikan diri dalam berfikir tentang diri kita sendiri.
Jadi keyakinan itu semua adalah bagian dari illusi menurut Freud, illusi adalah keyakinan yang mesti benar. Maka dengan demikian agama bukanlah wahyu Tuhan dan bukan berdasarkan konklusi dari pembuktian ilmiah. Sebaliknya, agama merupakan pikiran-pikiran dengan ciri utama yang khas “kita menginginkan ajaran-ajaran agama itu bisa menjadi kenyatan.” Agama yang berasal dari awal sejarah manusia adalah pertanda dari sebuah penyakit, dan keinginan untuk meninggalkan agama adalah indikasi kesehatan peradaban manusia.
Menurut Freud, ada tiga konfirmasi yang menunjukkan kebenaran interpretasinya, yaitu :
1.      Sepanjang perkembangan sejarah agama jangkauannya semakin menyempit. Agama harus senantiasa mengosongkan wilayah-wilayah yang luas dan menyerahkan kepada pengetahuan ilmiah, misalnya tenaga-tenaga alam , penyakit ,kesuburan bahkan cakrawala moral. Di mana saja rasio maju di situpun agama harus mundur. Itu dibuktikaan bahwa didasarkan pada emosi saja bukan rasio.
2.      Peraturan agama dangan hidup emosional tampak juga dalam kenyataan ,bahwa orang beragama merasa enggan setiap macam kritik. Seringkali ia memper-tanggungjawabkan keyakinannya dengan menunjukkan pada waktu silam, kepada tradisi yang diterima dari nenek moyang dan kepadamu mu’jizat-mu;jizat yang telah berlangsung pada waktu silam itu.
3.      Akhirhya manusia membutuhkan agama supaya hokum-hukum moral mempunyai otoritas yang tak tergoncangka. Ia tidak tidak mau menerima bahwa hokum-hukum moral mempunyai asal usul manusia saja.bagi dia agama merupakan keniscayaan sosial. Orang yang menolak agama merebahkan juga penopang-penopang masyarakat.[8]
Pada hemat Freud , agama memang bersifat fungsional belaka. Agama itu jawban manusia atas frustasi yang dialaminya di berbagai kehidupan. Manusia bertindak religius karena ia mengalami frustasi itu.bentuk frustasi itu macam-macam antara lain :
1.      Frustasi karena alam. Bila timbul kesukaran jasmani yang membahayakan hidupnya ,manusia mengalami frustasi.
2.      Frustasi sosial. Adanya konflik antara individu dan masyarakat mengakibatkan manusia tidak merasa bahagia. Freud berpendapat bahwa frustasi manusia berarti frustasi bagi orang perorang, dan agama diciptakan manusia sebagai kompensasi untuk masalah tersebut.
3.      Frustasi moral, karena rasa bersalah. Menurut Freud banyak praktek religius berfungsi sebagai obat untuk menyembuhkan orang dari rasa bersalah.
4.      Frustasi karena maut. Manusia harus mati. Kematian yang tak terelakkan itu menginsafkan manusia dengan paling tajam akan ketidakberdayaan. Maut merupakan luka paling parah untuk narsisme insani. Agama diabdikan olehnya kepada tujuan ini;mengatasi frustasi yang disebabkan oleh maut.[9]
Pandangan Sigmund Freud terhadap agama selalu didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan melalui akal belaka, tanpa disertai dengan kepercayaan-kepercayaan yang sifatnya mendukung kepada adanya agama. Lebih pesimis lagi menganggapnya agama itu merupakan suatu bahaya bagi kehidupan manusia.
Tanggapan atas Teori Psikoanalisa Freud tentang Agama.
Dari sinilah pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teori psikoanalisa tentang agama dalam unsur-unsurnya itu adalah sebagai berikut .
1.      Sesungguhnya  Kepercayaan agama itu seperti keyakinan tentang agama, keadilan, surge, dan neraka tak lain adalah dari hasil pemikiran kekanak-kanakan yang berdasarkan kelezatan, yang mempercayai  adanya kekuatan mutlak bagi pemikiran-pemikiran.
2.      Sikap seseorang terhadap Alloh adalah pengalihan dari sikapnya terhadap bapaknya, yaitu sikap oidiot yang bercampur antara takut dan butuh akan kesayangannya.
3.      Doa-doa dan lainya (dari penenang agama) adalah cara-cara yang tidak disadari obsession untuk mengurangi rasa dosa ,yaitu perasaan yang ditekan akibat pengalaman-pengalaman  yang kembali kepada rasa pertumbuhannya.[10]









Sumber

Louis Leahy, Aliran-aliran Besar Ateisme ( Yogyakarta : Kanisius, 1986),49.
Erich Fromm,psychology.,13
K.Bertens, Panorama Filsafat Modern (Jakarta : Gramedia, 1983),82-105
Nico Sjukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama (Jakarta : Leppenas,1982), 82-85
Zakiah Derajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta : Bulan Bintang,cet VII, 1979), 39
Louis Leahy, Aliran-aliran Besar Ateisme ( Yogyakarta : Kanisius, 1986),49.
Erich Fromm,psychology.,13
K.Bertens, Panorama Filsafat Modern (Jakarta : Gramedia, 1983),82-105
Nico Sjukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama (Jakarta : Leppenas,1982), 82-85
Zakiah Derajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta : Bulan Bintang,cet VII, 1979), 41-42.


[1] Buku tersebut diterjemahkan oleh Amin Abdullah, Agama dan Akal Pikiran
(Jakarta : Rajawali Pres,Cet. III, 1994),1
[2] Amin Abdullah,Agama, 125-126.

[3] Louis Leahy, Masalah Ketuhanan Dewasa Ini (Yogyakarta : Kanisius, 1982),58.
[4] Erich Fromm, Psichoanalysis and Religion (London : Yale University Press,1976), 11-12.
[5] Zakiah Derajat,Ilmu Jiwa Agama ( Jakarta : Bulan Bintang, 1979), 39.

[6] Louis Leahy, Aliran-aliran Besar Ateisme ( Yogyakarta : Kanisius, 1986),49.
[7] Erich Fromm,psychology.,13

[8] K.Bertens, Panorama Filsafat Modern (Jakarta : Gramedia, 1983),82-105
[9] Nico Sjukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama (Jakarta : Leppenas,1982), 82-85
[10] Zakiah Derajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta : Bulan Bintang,cet VII, 1979), 41-42.

Semadi (Meditasi)


Semadi (Meditasi)
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/4c/Pagan_meditation.jpg/250px-Pagan_meditation.jpg
Mencari ketenangan jiwa dengan bersemadi
Semadi atau Meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari.[1] Makna harfiah meditasi adalah kegiatan mengunyah-unyah atau membolak-balik dalam pikiran, memikirkan, merenungkan. Arti definisinya, meditasi adalah kegiatan mental terstruktur, dilakukan selama jangka waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi, hidup, dan perilaku.[2]
Dengan kata lain, meditasi melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian tertentu. Kita mulai paham bahwa hidup merupakan serangkaian pemikiran, penilaian, dan pelepasan subjektif yang tiada habisnya yang secara intuitif mulai kita lepaskan.[3]Dalam keadaan pikiran yang bebas dari aktivitas berpikir, ternyata manusia tidak mati, tidak juga pingsan, dan tetap sadar.[4]
Guru terbaik untuk meditasi adalah pengalaman. Tidak ada guru, seminar, atau buku-buku meditasi yang dapat mengajarkan secara pasti bagaimana seharusnya kita melakukan hidup bermeditasi.[5] Setiap orang dapat secara bebas memberikan nilai-nilai tersendiri tentang arti meditasi bagi kehidupannya. Oleh karena hanya dengan mempraktekkan semadi dalam hidup, orang bisa merasakan manfaat suatu perjalanan semadi.[6] Ada banyak arti tentang semadi, di antaranya adalah:[7]
  1. Jalan untuk masuk dalam kesadaran jiwa.
  2. Jalan untuk introspeksi diri.
  3. Jalan untuk berkomunikasi dengan sang pencipta.
  4. Jalan untuk mengubah hidup.
  5. Jalan untuk meraih ketenangan batin.
Daftar Isi
1.      Manfaat dan Kegunaan Semadi atau Meditasi
2.      Cara Melakukan Semadi atau Meditasi
Manfaat dan kegunaan semadi atau Meditasi
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b3/Pagan_meditation2.jpg/250px-Pagan_meditation2.jpg
Semadi berpengaruh terhadap pikiran dan jiwa
Semadi atau Meditasi sering diartikan secara salah, dianggap sama dengan melamun sehingga meditasi dianggap hanya membuang waktu dan tidak ada gunanya. Meditasi justru merupakan suatu tindakan sadar karena orang yang melakukan meditasi tahu dan paham akan apa yang sedang dia lakukan.
Manfaat meditasi yang kita lakukan bisa secara langsung maupun tidak langsung kita rasakan secara fisik. Salah satu manfaat tersebut adalah kesembuhan yang kita peroleh, jika kita menderita sakit tertentu. Dari sudut pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik. Saat anda mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, pernapasan menjadi cepat dan pendek, dan kelenjar adrenalain memompa hormon-hormon stres.
Selama anda melakukan meditasi, detak jantung melambat, tekanan darah menjadi normal, pernapasan menjadi tenang, dan tingkat hormon stres menurun.[8] Selama meditasi, lama-kelamaan Anda bisa mendengarkan denyutan jantung, bahkan lebih lanjut lagi Anda dapat mengkoordinasikan irama denyut jantung dengan irama keluar masuknya napas.[9]Di masa lalu testimoni mengenai manfaat meditasi datang hanya dari orang-orang yang mempraktikkan meditasi.
Saat ini ilmu pengetahuan menunjukkan manfaat meditasi secara objektif. Riset atas para pendeta oleh Universitas Wisconsin menunjukkan bahwa praktik meditasi melatih otak untuk menghasilkan lebih banyak gelombang Gamma, yang dihasilkan saat orang merasa bahagia.[10]
Dari penelitian terungkap bahwa meditasi dan cara relaksasi lainnya bermanfaat untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal dengan meningkatkan produksi melatonin dan serotonin serta menurunkan hormon streskortisol.
Dr. Herbert Benson, seorang ahli jantung dari Universitas Harvard, adalah orang pertama yang dengan penuh keyakinan menggabungkan manfaat meditasi dengan pengobatan gaya barat.[11] Secara ilmiah, ia menjelaskan manfaat-manfaat dari meditasi yang telah dipraktikkan orang selama berabad-abad.
 Manfaat meditasi:[12]
  • Apabila anda secara rutin melakukan meditasi, organ-organ tubuh dan sel tubuh akan mengalami keadaan baik dan bekerja lebih teratur.
  • Mampu mengatur dan mengendalikan orang lain serta memaafkannya.
  • Mampu mengerti orang lain dan memaafkannya.
  • Selalu bertekun dalam hidup yang baik, sebagai pembawa berkat bagi sesama.
  • Mampu menerima suka dan duka, kesulitan, dan kebaikan hidup dengan baik.
Cara Melakukan Semadi atau Meditasi
Praktik semadi atau meditasi adalah alami dan bukanlan praktik baru atau impor di Indonesia. Ada banyak cara untuk bermeditasi, termasuk meditasi sebagai gerakan atau tarian dan meditasi atas bunyi, musik, dan imajeri visual.[13] Ada yang melakukannya sambil bervisualisasi, ada yang melakukannya sambil berkontemplasi ke dalam sebuah konsep (misalnya tentang cinta, kasih sayang, persahabatan, atau Tuhan), ada yang melakukannya sambil merapal mantra atau melakukan afirmasi (meneguhkan diri dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang dapat memberikan motivasi), ada yang melakukannya sambil memandangi cahaya lilin, dan ada juga yang bermeditasi sambil mempertajam sensitivitas indra tubuh dan menghayatinya.[14]
Untuk melakukan meditasi, Anda harus dapat menurunkan frekuensi gelombang otak terlebih dulu dengan cara relaksasi.[15] Kenali irama gelombang yang mengalir yang sering mengacaukan peningkatan kesadaran dalam meditassi agar dapat menemukan cara yang khas untuk membuatnya menjadi selaras.[16] Ada banyak buku bagus mengenai teknik bermeditasi, tapi berikut dasar-dasarnya:[17]
  • Cari tempat yang tenang.
  • Kenakan pakaian yang longgar dan nyaman.
  • Bagi sebagian orang duduk bersila terasa tenang. Anda boleh duduk di atas bantalan atau handuk. Anda juga bisa menggunakan kursi, tapi usahakan duduk hanya pada setengah bagian depan kursi. Ada orang-orang yang suka memakai handuk atau syal pada bahu untuk mencegah kedinginan.
  • Bahu Anda harus rileks dan tangan diletakkan di pangkuan.
  • Buka mata setengah tanpa benar-benar menatap apa pun.
  • Jangan berusaha mengubah pernapasan Anda biarkan perhatian Anda terpusat pada aliran napas. Tujuannya adalah agar kehebohan dalam pikiran Anda perlahan menghilang.
  • Lemaskan setiap otot pada tubuh Anda. Jangan tergesa-gesa, perlu waktu untuk bisa rileks sepenuhnya; lakukan sedikit demi sedikit, dimulai dengan ujung kaki dan terus ke atas sampai kepala.
  • Visualisasikan tempat yang menenangkan bagi Anda. Bisa berupa tempat yang nyata atau khayalan.
Waktu yang baik untuk melakukan meditasi adalah antara pukul 02.00-04.00 dini hari atau subuh. Namun, jika waktu tersebut tidak memungkinan maka dapat dipilih waktu yang cocok tanpa gangguan saat melakukan meditasi.[18]
Referensi
1.      Vitahealth, "Gagal Ginjal: Informasi Lengkap utk Pend", Gramedia Pustaka Utama,.
2.      Drs. Agus M. Hardjana, M.Sc., Ed., "Komunikasi Interpersonal Dan Intrapersonal", Kanisius,
3.      Bumbunan Sitorus, "Be Still", Elex Media Komputindo,
4.      Anand Krishna, "Meditasi untuk manajemen stres & neo zen reiki untuk kesehatan jasmani & rohani", Gramedia Pustaka Utama,
5.      Tjiptadinata Effendi, "Meditasi : Jalan Meningkatkan Kehidupan Anda", Elex Media Komputindo,
6.      Tjiptadinata Effendi, "Meditasi Jalan Menuju Kesembuhan Lahir Dan Batin", Elex Media Komputindo,.
7.      Tjiptadinata Effendi, "Never Ending Meditation", Elex Media Komputindo,
8.      "Panduan Holistik Kehamilan-hc", Kaifa,
9.      Riant Nugroho Dwijowijoto, "Otonomi daerah: desentralisasi tanpa revolusi : kajian dan kritik atas kebijakan desentralisasi di Indonesia, Bagian 4", Elex Media Komputindo, 2000,
10.  Melani, "Be Optimal: Reach Real Success in", Elex Media Komputindo,.
11.  Bob Losyk, "Kendalikan Stres Anda", Gramedia Pustaka Utama,
12.  Th. Aq. M. Rochadi Widagdo, Pr., "Meditasi Itu Keheningan: Pedoman Praktis Berdoa", Kanisius,
13.  Lama Surya Das, "Awakening to The Sacred", Gramedia Pustaka Utama,
14.  "Hidup Sehat&seimbang Dg Yoga", Qanita.
15.  Aribowo Prijosaksono & Sri Bawono, "Control Your Life", Elex Media Komputindo.
16.  Bambang Sudewo, "Buku Pintar Hidup Sehat Cara Mas Dewo", AgroMedia.
17.  DR. Peter J. D`Adamo, Catherine Whitney, "Genotype Diet", Gramedia Pustaka Utama.
18.  "Care Your Self Hipertensi", Niaga Swadaya.